SEKECIL apa pun terang suatu lilin, ia akan mampu menyinari kegelapan di sekitarnya. Seiring dengan itu, kita sebagai umat tebusan yang sekarang ini ada dalam Fase Kejatuhan dan Fase Penebusan, perlu berperan dan bertanggung jawab memulihkan ciptaan atas semua kerusakan yang ada. Pun kerusakan politik. Partisipasi orang Kristen sebagai warga negara yang aktif dalam semua bidang, termasuk bidang politik adalah keniscayaan. Keterlibatan itu, dalam profesi apa pun, adalah wujud nyata dari panggilan iman (kewajiban iman) sekaligus hak istimewa sebagai warga negara. Berpartisipasi secara aktif, proporsional, dan seimbang dalam bidang politik, patut dijalankan supaya memberi manfaat bagi kehidupan bersama.
Kabar Indonesia terkini
Indonesia saat ini tidak dalam kondisi yang fit dan bugar jika melihat kabarnya melalui data-data. Indonesia masuk deretan 100 negara miskin di dunia. Pada 2023 Indonesia menjadi negara termiskin ke-70 di dunia (Global Finance dalam idxchannel.com, 16/01/2024). IQ nasional kita bahkan terendah di antara negara Asia Tenggara lainnya. Laporan World Population Review 2023 (dalam worldpopulationreview.com) menulis skor rata-rata IQ orang Indonesia adalah 78,49—peringkat ke-126 dari 199 negara. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) baru mencapai 74,38 pada 2023 (Indeks Pembangunan Manusia 2023, 2024).
Celakanya, hingga tahun 2023 generasi yang ada pada usia produktif kelak justru kebanyakan mengalami stunting. Tercatat sebesar 21,5% angka stunting di Indonesia (Kementerian Kesehatan dalam sehatnegeriku.kemkes.go.id, 25/07/2024). Diperparah dengan rasio dokter di Indonesia yang masih kurang, yakni 0,47—hanya 0,47 dokter per 1.000 penduduk—dengan urutan 147 di dunia (ibid., 24/04/2024). Semakin parah jika berkaca pada fasilitas kesehatan di daerah Timur juga daerah terdepan Indonesia lainnya.
Kualitas pendidikan juga mengkhawatirkan. Mengacu pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Maret, 2023), Angka Partisipasi Murni (APM) untuk jenjang pendidikan tinggi hanya 21,73. Pendidikan kedokteran punya cerita lain lagi. Selain biaya studinya yang terkenal tinggi dibanding studi lainnya, pun banyak mahasiswa Kedokteran yang masih dibebankan biaya ‘ilegal’ lainnya.
Kejatuhan Manusia
Dalam cara pandang Kristen (Christian worldview)—penciptaan (Creation)-kejatuhan (Fall)-penebusan (Redemption)-penyempurnaan (Consummation)—yang kita imani, sekelumit masalah yang kompleks tersebut adalah bagian dari fase kejatuhan manusia dalam dosa di kehidupan dunia ini. Alkitab menegaskan bahwa manusia itu seluruhnya bobrok dan bahwa dunia, di mana Allah menempatkannya (manusia) sebagai penguasa, kini berada dalam keadaan rusak sebagai akibat dosa; bahwa maut telah masuk ke dalam dunia sebagai hukuman atas dosa... (H. Henry Meeter, 2012: hlm 15). Dosanya berlapis.
Lembaga pemerintahan yang pusatnya adalah kekuasaan secara alamiah memang cenderung bersifat korup, menindas, dan menyimpang. Demokrasi sudah meramalnya. Skema checks and balances antar-ketiga lembaga pemerintahan—Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif—secara kasat mata belum berjalan optimal. Berkaca pada kasus-kasus tersebut, kita bersedih karena tampaknya justru berjalan mundur. Bukan checks and balances, melainkan saling bermufakat demi kepentingan masing-masing.
Tak luput, ada celah pada struktural. Struktural yang dimaksud adalah bagaimana mekanisme negara pasti memengaruhi permasalahan publik. Patut dipertanyakan mengapa kebijakan publik belum menjawab akar persoalan. Ada alur perumusan kebijakan yang tidak dijalankan secara rigid dan konsekuen. Bisa jadi karena kekeliruan pada tahap input atau pada tahap proses, atau keduanya, sehingga melahirkan output (kebijakan publik) yang cacat. Singkatnya, masalah ada karena mekanisme dari sistemnya ‘memaksa’ lahirnya masalah tersebut.
Sebagai individu, kita juga berkontribusi atas lahirnya masalah-masalah tersebut. Yang konkret dan dekat adalah soal partisipasi politik kita yang masih di ambang lemah. Patologinya biasanya sikap sebagai pemuja ulung. Memuja-muji kekuasaan tanpa ada sikap kritis yang tajam dan proporsional. Ini sangat bahaya karena akan menimbulkan bias bagi mereka yang berkuasa: seakan semua baik-baik saja, tidak ada masalah. Imbasnya, tidak ada perbaikan yang dilakukan. Bahkan kekuasaan bisa dijalankan secara sembarangan akibat ketiadaan sikap kritis dari warga negara. Patologi selanjutnya adalah bersikap apatis, acuh tak acuh. Kasus yang umum terjadi adalah saat Pemilu - hanya sebatas coblos lalu tinggalkan tanpa memedulikan apa yang terjadi setelahnya. Sikap kita ini telah melonggarkan pengawalan selama ia menjabat, yang berpotensi besar menjadi lampu hijau baginya untuk berpraktik lancung.
Partisipasi politik tenaga kesehatan
Alam dan semua kehidupan ini adalah tempat kudus untuk memuliakan Allah. Adalah mandat untuk tidak hanya berurusan dengan yang rohaniah, tapi juga mampu menjawab tantangan dari realitas dunia. Seorang Calvinis menganggap sebagai kewajibannya untuk menyelidiki seluruh kehidupan dan, dalam hal kebudayaan intelektual, mengembangkan pemikiran-pemikiran yang terkandung di dalamnya, menatanya ke dalam satu keseluruhan yang harmonis dan terperinci, dan menggunakannya bagi Allahnya (ibid., 2012; hlm. 18).
Kita semua harusnya merasa resah gelisah dengan kondisi Indonesia sekarang ini. Abraham Kuyper (2005; hlm. 27) menegaskan, “Dengan demikian kutuk tidak lagi berada di atas dunia itu sendiri, tetapi di atas apa yang berdosa di dalamnya, dan alih-alih melarikan diri dari dunia dengan masuk biara, tugas kini diarahkan untuk melayani Allah di dalam dunia, dalam setiap posisi dalam kehidupan.” Berdasarkan cara pandang Kristen yang kita imani, sebagai masyarakat juga umat Kristiani, kita perlu melibatkan diri dalam politik. Terlebih, politik adalah tanggung jawab warga negara, apa pun profesinya—pedagang, guru, dokter, dst..
Cara mudah adalah suarakan, pakai hak berpendapat kita. Suarakan kegelisahan dengan proporsional dan elegan supaya tepat sasaran dan dipertimbangkan. Tenaga kesehatan, sebagai warga negara, harus berperan memikirkan politik kebijakan publik secara umum dan kebijakan negara sektor kesehatan secara khusus. Untuk tidak melulu mengenai lingkup utamanya, tapi juga lingkup lainnya secara komprehensif. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki sikap profesional, pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan tinggi yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya Kesehatan (Pasal 1 angka 7 UU Kesehatan).
Tenaga kesehatan perlu bersikap politis. Berpartisipasi politik secara aktif dan kritis. Mengutip Huntington (No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries, 1994), partisipasi politik berarti kita yang bertindak sebagai pribadi-pribadi memengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Bisa secara individu/otonom/sukarela, melalui platform media sosial pribadi. Partisipasi ini mendesak demi mengontrol pemerintah. Menyalurkan tentang kebutuhan dan kepentingan kita, yang diharapkan berimpak pembangunan negara. Bisa juga secara organisasi (dimobilisasi) atau sampaikan ke mitra terkait. Langkah lainnya adalah berpartisipasi langsung untuk memengaruhi kebijakan. Semua bisa dilakukan tanpa perlu meninggalkan tanggung jawab utama.
Kita tidak diperkenankan lelah menyuarakan, karena ini adalah bagian dari tanggung jawab kita sebagai warga negara. Partisipasi politik penting agar ada kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintah dan kekuasaan negara tidak absolut. Jangan partisipasi minimal, karena sama saja itu berarti pengawalan tidak ketat dan potensi masih ada celah.
Kita, sebagai umat tebusan, perlu berperan dan bertanggung jawab memulihkan ciptaan atas semua kerusakan yang ada. Dalam bidang politik, berpartisipasi secara aktif, proporsional, dan seimbang adalah bentuk konkretnya. Itu upaya kita untuk menjadi terang lilin yang mampu menyinari kegelapan di sekitarnya sekaligus merupakan hak kita sebagai warga negara.
Profil Singkat
Nama : Dr. R. Graal Taliawo, S.Sos., M.Si.
TTL/Umur : Wayaua (Bacan/Halmahera Selatan), 20 Agustus 1987/35 tahun
Pekerjaan :
• Anggota DPD-RI Terpilih Prov. Maluku Utara (2024–2029)
• Tenaga Ahli Anggota DPR-RI (2019–2023)
• Tenaga Ahli DPR-Papua (2014–2018)
• Bapak Rumah Tangga
Pendidikan :
• S3 Ilmu Politik Universitas Indonesia (2018–2022)
• S2 Ilmu Sosiologi Universitas Indonesia (2011–2014)
• S1 Ilmu Administrasi Negara Universitas Merdeka Malang
(2005–2009)
Comments