top of page
Subscribe
Instagram
Facebook
Donation


Menyimak kehidupan raja Salomo, kita mendapat banyak  pelajaran berharga, terutama, dalam hal kepemimpinan dan ketidakteguhan iman. Meskipun ia diberkati dengan kebijaksanaan yang luar biasa dan pencapaian yang tak tertandingi, kegagalan utamanya untuk tetap teguh dalam iman kepada Tuhan menjadi narasi peringatan, bukan saja untuk para pemimpin tapi terutama semua individu.

Raja Salomo memerintah rakyatnya dengan bijaksana, dan kerajaannya berkembang pesat.  Secara jelas, kitab 1 Raja-raja 9 menunjukan keberhasilan Raja Salomo yang selama 7 tahun membangun Bait Suci, proyek terbesar yang Tuhan percayakan kepadanya - Tuhan bahkan telah menjawab dan menerima doa Salomo, “Aku telah menguduskan rumah yang kaudirikan ini untuk membuat nama-Ku tinggal di situ sampai selama-lamanya, maka mata-Ku dan hati-Ku akan ada di situ sepanjang masa” (1 Raja-raja 9:3). Tetapi,  tepat pada pasal berikutnya, kejatuhan iman raja Salomo dimulai dan diakhiri dengan penyembahannya pada Ilah lain.

Secara jelas, 1 Raja-raja 9:6 menyatakan “Tetapi jika kamu ini dan anak-anakmu berbalik dari pada-Ku dan tidak berpegang pada segala perintah dan ketetapan-Ku yang telah Kuberikan kepadamu, dan pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepadanya”, itulah kejatuhan Salomo, penyembahan berhala. Tepat dimasa keemasannya sebagai raja Israel, dia melakukan pengkhianatan terhadap Tuhan.

Kejatuhan iman Salomo tidak terjadi secara tiba tiba. Dimulai dengan kompromi dengan dunia,  Salomo menikahi perempuan-perempuan asing meskipun Tuhan melarang, dia menikahi putri Firaun yang bertujuan politik untuk memperkuat hubungan Israel dengan Mesir. Berikutnya,  dia bermasalah dengan banyak wanita, dimulai dengan pujian dan pemberian dari ratu Syeba yang dibalas dengan pemberian berupa apapun yang diminta sang ratu dan ditutup dengan kenyataan bahwa raja Salomo mencintai dan menikahi perempuan asing ( 1 Raja-raja 10-11).

Meskipun setiap kebutuhan jasmani dan rohaninya terpenuhi dengan berlimpah, Salomo memutuskan bahwa dia juga membutuhkan wanita bahkan banyak sekali wanita. Alkitab mengatakan bahwa Salomo memiliki tujuh ratus istri dan tiga ratus selir. Mereka adalah wanita-wanita asing dari negeri asing yang menyembah dewa-dewa asing. Mereka “berasal dari bangsa-bangsa yang telah difirmankan TUHAN kepada orang Israel: ‘Janganlah kamu kawin campur dengan mereka, sebab mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka’” (1 Raja-raja 11:2). Dalam Ulangan 17:17, melarang raja untuk menikahi banyak wanita, tetapi itulah justru yang Salomo lakukan. Maka kemudian dia melakukan ketaatan yang semu dengan membiarkan penyembahan berhala demi menyenangkan istri-istrinya dan mengabaikan peringatan Tuhan hingga akhirnya dia bahkan mencondongkan hatinya kepada ilah-ilah lain. Raja Salomo meninggalkan TUHAN di masa tuanya. Dia beralih dari hikmat ke kebodohan, dari ketaatan ke pemberontakan.

Bila kita mempertimbangkan hikmat yang dimiliki Salomo, mungkin sulit untuk memahami bagaimana ia berpaling dari TUHAN. Bagaimana mungkin seorang pria yang menulis banyak amsal yang luar biasa, seorang pria yang menulis bahwa yang terpenting adalah “takut akan Tuhan dan berpegang pada perintah-perintah-Nya” (Pengkhotbah 12:13), pada akhirnya berpaling.

Kisah Salomo menjadi pengingat bahwa orang yang paling bijak sekalipun rentan terhadap pengaruh kekuasaan, kekayaan, dan pujian duniawi terlebih bagi mereka yang sudah mencapai puncak kesuksesan dan karir.

Sekitar tahun ‘80 dan ‘90-an, penggemar musik akan segera tahu bila nama  Whitney Houston disebut,  karena dia adalah artis yang selama beberapa dekade telah menjadi penyanyi yang sangat sukses dan terkenal, namanya melambung tinggi dalam dunia musik karena suaranya yang sangat bagus dan penampilan yang disukai banyak penggemarnya. Dia dibesarkan oleh orang-orang yang takut akan Tuhan di Gereja Baptis Harapan Baru dan menjadikannya seorang Kristen yang taat bahkan diawal awal karirnya aktif menyanyikan lagu lagu rohani.  Tapi berita mengejutkan terjadi yaitu pada malam penghargaan Grammy Awards tahun 2012, asisten Whitney menemukannya tenggelam di bak mandi kamarnya di Beverly Hilton,  dokter menyatakan bahwa kematian Whitney disebabkan oleh tenggelamnya dia secara tidak sengaja ‘karena efek dari penyakit jantung yang diderita dan penggunaan kokain yang berlebihan’. Pertarungan panjang penyanyi ini dengan kecanduan kokain  akhirnya terpublikasikan. Ketenaran dan sukses sebagai penyanyi pop  dan memilih pasangan yang tidak beriman pada Yesus  berdampak pada  pernikahannya yang gagal membuatnya jatuh dalam depresi , gangguan kecemasan  dan awal kompromi terhadap kokain untuk membantu depresi  beralih pada penghambaan pada obat tersebut.

Demikian pula terjadi pada Josua Harris, penulis buku  I Kissed Dating Goodbye. Buku yang dirilis tahun 1997 itu   sangat fenomenal dan  laku dengan penjualan 1,2 juta buku.  Narasi buku ini merupakan penolakan budaya evangelis yang signifikan pada tahun 1990-an terhadap kebebasan seksual dalam budaya secara umum dan fakta bahwa budaya kencan yang sangat longgar, telah membawa banyak dosa dan kesedihan bagi banyak orang muda. Harris secara efektif menyerukan diakhirinya seluruh sistem kencan di kalangan remaja dan dewasa muda. Sebaliknya, ia menunjuk pada model pacaran yang lebih berbasis gerejawi dan  keluarga. Karena buku dan pandangannya dia banyak diwawancara dan berkotbah tentang visi radikal Alkitab mengenai seks dan pernikahan. Karena ketenarannya , dia mulai kompromi terhadap kelompok-kelompok yang tidak menyukai tulisan dan khotbahnya. Dia bersikap lunak dan meminta maaf pada kelompok-kelompok tersebut termasuk organisasi LGBT. Dan tahun 2015 -2016, secara mengejutkan Joshua Haris menyatakan bercerai dan tidak lagi beriman  pada Kristus bahkan menarik bukunya itu.

Kedua kisah di atas menunjukan kesuksesan yang disertai dengan kompromi terhadap dunia akan mengikis secara perlahan hubungan kita dengan Tuhan. Tak seorang pun dari kita yang dapat mengumpulkan kekayaan dan mengalami kesuksesan  seperti Salomo, meskipun demikian  banyak dari kita bergumul dan  fokus untuk mendapatkan kenyamanan dan kemewahan. Pengejaran-pengejaran duniawi  semacam itu pada akhirnya mengalihkan fokus hubungan kita dengan Tuhan.

Seperti Salomo, hati kita juga berubah-ubah. Meskipun kita tidak mungkin didatangi  tujuh ratus wanita yang ingin kita menyembah patung-patung mereka, tapi kita cukup rentan untuk membiarkan hasrat tertentu menjadi fokus dan kecintaan kita. Hasrat itu dapat berupa pencapaian kompetensi klinis, posisi atau ketenaran yang berujung pada  peningkatan kemakmuran. Hasrat itu semua berjalan lambat, tenang dan akhirnya kita sudah berpaling dari Tuhan.  Kejatuhan Salomo mengingatkan kita  bahwa kita tidak kebal terhadap perubahan  yang masuk ke dalam hati kita terutama   ketika kita memiliki hasrat utama pada sesuatu selain Allah, maka kehancuran  dapat terjadi ketika kita berusaha melindungi hasrat itu dengan segala cara.

Ada beberapa dokter yang saya kenal, yang telah mencapai puncak kesuksesan sebagai  klinisi atau manajemen RS, pada saat menjadi mahasiswa kedokteran atau masa awal menjadi dokter terlibat secara aktif dalam pelayanan dan persekutuan,  saat ini mulai meninggalkan Tuhan. Kompromi dimulai diantaranya dengan mengabaikan Ibadah minggu atau menghindari pelayanan gereja atau  dengan dalih pelayanan kesehatan, memilih prosedur pengobatan dengan biaya lebih membedani pasien dengan dalih “ sangat diiperlukan” berlanjut pada pengabaian  etika kedokteran dan kekudusan iman kristen.  Kompromi sudah dimulai saat fokus  hidup beralih dari hidup untuk memuliakan Tuhan menjadi memuliakan diri sendiri. Hingga akhirnya tanpa disadari kita pada titik  sudah benar-benar meninggalkan Tuhan.

Kita harus ingat bahwa tidak peduli berapa lama kita telah berjalan bersama Tuhan, tidak peduli apa yang telah kita capai atau tugas apa yang telah dipercayakan-Nya kepada kita - kita  rentan untuk berpaling dari Tuhan. Kita manusia yang lemah dan rentan, dan iblis tahu bahwa menjatuhkan seseorang yang telah berjalan dengan setia bersama Tuhan akan menghasilkan pecahan-pecahan.  Kejatuhan Salomo ke dalam penyembahan berhala pada akhirnya meruntuhkan sebuah kerajaan. Kejatuhan kita dapat berarti menjatuhkan keluarga kita, pernikahan kita, teman-teman kita, dan gereja kita.

Peringatan dari kejadian Salomo juga dimaksudkan untuk menyoroti bahwa tidak peduli berapa banyak karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita atau seberapa setia kita berjalan bersama-Nya, kita tetap membutuhkan-Nya setiap hari. Setiap hari kita harus memantapkan pandangan kita kepada Tuhan yang telah membawa kita hingga saat  ini dan mengingat bahwa hanya Dia yang dapat membawa kita dengan selamat sampai ke garis akhir.

Sedang di posisi manapun hati kita saat ini, tetaplah berjaga-jaga karena  sangat mungkin kita akan mengalami kejatuhan  seperti Salomo. Maka dengarkanlah apa yang Yesus katakan dalam Firman-Nya: “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, jikalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak dapat berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia adalah ranting dan ia menjadi kering dan dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.” (Yohanes 15:4-6).

Comentarios


Hubungi Kami

Dapatkan update artikel SAMARITAN terbaru yang dikirimkan langsung ke email Anda.

Daftar menjadi Samareaders sekarang!

Instagram
Facebook
Media Samaritan
Media Samaritan

 Media Samaritan 2022

bottom of page