top of page
Rudi Andika

Penjajahan Belanda, Kekristenan, dan Kemajemukan Indonesia


Judul : Confronting Christianity

Penulis : Rebecca McLaughlin

Halaman : 264 halaman

Penerbit : Literatur Perkantas Jawa Timur


Bukankah Kekristenan disebarkan oleh penjajah? Tidakkah Kekristenan itu agama kulit putih?

Bagi banyak orang di dunia termasuk di Indonesia, sering kita dengar hal demikian, bahwa Kekristenan adalah agama Barat agama orang kulit putih. Luka mendalam atas penjajahan Belanda sedemikian menyakitkan bagi kita dan terutama para pendahulu kita sehingga meninggalkan memori yang sulit dilupakan. Ratusan tahun pengalaman penjajahan menjadi penghalang orang Indonesia untuk mempertimbangkan Kristus.


Tentu bisa kita pahami pengalaman buruk di masa lalu tersebut. Sangat disayangkan bahwa penginjilan bersanding dengan kolonialisme pada waktu itu, sementara Kekristenan tidak mengajarkan penindasan. Selain itu, ajaran agama tidak boleh dinilai dari penyalahgunaannya (A religion must not be judged by its abuse – Frank Turek)


Meskipun demikian, juga bukan berarti tidak ada hubungan antara Kekristenan dengan budaya Barat sebab Kekristenan memang mendominasi Eropa selama berabad-abad. Banyak artifak budaya yang dihasilkan di Barat: lukisan, drama, puisi, musik dipenuhi dengan gagasan-gagasan Kristiani. Walaupun Kekristenan memonopoli budaya Barat, budaya itu tidak pernah memonopoli Kekristenan.


Bertentangan dengan pemikiran populer, gerakan Kekristenan bersifat multibudaya dan multietnis sejak mulanya. Alkitab beberapa kali mengisahkan orang Samaria sebagai teladan meskipun mereka dibenci orang Yahudi. Kemajemukan juga dipicu oleh Yesus sendiri setelah kebangkitan-Nya. “Karena itu pergilah”, kata Yesus, “jadikanlah semua bangsa murid-Ku” (Mat. 28:19). Kisah Para Rasul mencatat gelombang pertama Kekristenan di mana Roh Allah memampukan mereka memberitakan Injil dalam berbagai bahasa. Mereka yang mendengarnya berasal dari segala bangsa di bawah kolong langit termasuk Iran, Irak, Turki, Mesir, dan Italia. Rasul Paulus yang hiper-Yahudi pun merobek batasan-batasan sosial di zamannya.


Karena itu, kemajemukan secara sosio-ekonomi merupakan etika Kekristenan sejak semula. Yesus mengajarkan kita salah satunya untuk mengasihi orang-orang miskin. Firman Tuhan melalui Yakobus memerintahkan orang-orang Kristen agar tidak membedakan perlakuan kepada orang kaya maupun orang miskin dalam kumpulan mereka. Kekristenan juga mempengaruhi diangkatnya derajat wanita dari dulu yang berlanjut hingga masa kini. Kekristenan juga tumbuh pesat di berbagai suku bangsa dunia di tengah persekusi seperti di Iran dan China. Gereja merangkul semua orang dari berbagai ras, status, dan latar belakang ke dalam persekutuan yang intim dan penuh kasih.


Meski topik pada buku ini mengulas Kekristenan secara global, Kekristenan tentu relevan dengan kebhinekaan di Indonesia. Kita dan segenap suku di Indonesia sebagai sesama ciptaan yang segambar dengan Allah sama-sama diundang untuk menjadi anak-anak Allah. Seluruh suku di Indonesia dapat datang kepada Allah dan berdoa dengan bahasa masing-masing. Ekspresi penyembahan kepada Allah juga ramah terhadap unsur budaya lokal di Tanah Air. Hal ini kiranya menambah semangat bagi kita dalam melakukan penginjilan ke berbagai suku bangsa dan dengan demikian menyongsong kemegahan penyembahan kepada Allah di akhir zaman. Wahyu 7:9 melukiskan keadaan di akhir zaman ketika “suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa” menyembah Yesus!


Maka, jika kita peduli dengan kebhinekaan, jangan menolak Kekristenan. Kekristenan adalah gerakan paling majemuk, multietnis, dan multibudaya di sepanjang sejarah manusia.



*Resensi di atas adalah resensi bab “Bukankah Kekristenan yang Menghancurkan Kemajemukan?” yang merupakan salah satu topik dari dua belas topik pada buku ini. Buku Confronting Christianity mengulas dua belas topik/pertanyaan menantang Kekristenan pada zaman ini. Confronting Christianity mengeksplorasi pertanyaan yang populer saat ini mulai dari realita penderitaan, seksualitas, isu keragaman, kemajuan sains, dan halangan lain yang tampaknya menghalangi kita dalam beriman Kristen.


/stl


188 views0 comments

Recent Posts

See All

コメント


Hubungi Kami
bottom of page