Kala kita makan, minum, bernapas dan menghadapi berbagai pergumulan, siapakah pemberi dan penolong hidup kita? Ingatkah kita selalu pada pemberi berkat dan pertolongan ini? Atau kita menikmati dan menganggapnya itu kekuatan dan hikmat diri sendiri.
Kitab Mikha pasal 6 diawali dengan pengaduan sekaligus pertanyaan keras dari Tuhan, Baiklah dengar firman yang diucapkan TUHAN: Bangkitlah, lancarkanlah pengaduan di depan gunung-gunung, dan biarlah bukit-bukit mendengar suaramu! Dengarlah, hai gunung-gunung, pengaduan TUHAN, dan pasanglah telinga, hai dasar-dasar bumi! Sebab TUHAN mempunyai pengaduan terhadap umat-Nya, dan Ia beperkara dengan Israel. "Umat-Ku, apakah yang telah Kulakukan kepadamu? Dengan apakah engkau telah Kulelahkan? Jawablah Aku! (ayat 1-3)
Pengaduan yang disampaikan Tuhan melalui nabi Mikha sungguh suatu pengaduan yang sangat menyedihkan (God is in pain) kepada umat-Nya, Israel. Apakah yang sedang terjadi? Nabi Mikha menyampaikan beberapa isu yang bertolak belakang antara Israel dengan Tuhan.
1. Adakah yang jahat Tuhan lakukan bagi mereka? Tidak ada! Sebaliknya, Ia telah melakukan hal-hal yang baik bagi mereka, tetapi mereka membalas dengan penolakan dan pemberontakan, kasih dibalas dengan kemunafikan, kejahatan, serta pemberontakan.
2. Bahkan lebih lagi, Tuhan telah menyelamatkan Israel dari perbudakan yang kejam, dari penjajahan Mesir melalui hamba-hamba-Nya: Musa, Harun dan Miryam keluar ke tempat yang penuh harapan dan berkat (ay. 4). Israel menjadi umat Allah dan Allah telah menjadi Tuhan mereka.
3. Mereka dilepaskan dari berbagai usaha pembunuhan yang dilakukan oleh Balak (raja Moab), Tuhan intervensi agar Bileam tidak melakukan kutukan pada Israel dari Sitim sampai Gilgal (Bilangan 22-24). Begitu luar biasanya Tuhan melindungi umat-Nya (ay.5). Seandainya Israel mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan yang luar biasa mengasihi dan menyelamatkan dari berbagai kesusahan dan marabahaya, hal ini akan membawa mereka makin mengenal Allah dan perbuatan-perbuatan keadilan Tuhan dan bersyukur memuliakan Tuhan (5).
Mengingat karya dan kebaikan Tuhan menolong untuk kita belajar peduli pada manusia lainnya yang mengalami ketidakadilan secara ekonomi, sosial, rohani dan lain sebagainya, bukan acuh tak acuh melihat penderitaan/kesengsaraan orang lain, tapi menolong mereka keluar dari penderitaan dan memberikan pengharapan baru.
Raja Daud mengingatkan jiwanya “Puji Tuhan hai jiwaku dan janganlah lupakan segala kebaikan Tuhan...” (Maz. 103). Sayangnya, kebaikan Tuhan yang demikian tidak diingat dan disyukuri oleh umat-Nya. Mereka justru secara lahiriah beribadah pada Tuhan, tetapi dalam perbuatan sehari-hari banyak melakukan ketidakadilan.
Bukan kemunafikan yang Tuhan berkenan, melainkan hidup ibadah yang benar. Tuhan berkata pada nabi Yesaya ”Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! (Yesaya 58:6-7).
Hal serupa juga dikatakan nabi Mikha “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”(6:8). Ibadah syukur yang benar dilanjutkan dengan misi peduli pada sesama, mengasihani manusia yang terbelenggu dari berbagai kelaliman, ketidakadilan, membela yang lemah, memberikan pengharapan baru dalam kehidupan, sama seperti yang Tuhan lakukan bagi mereka. Setia berlaku ramah, mengampuni sangatlah dibutuhkan dalam kehidupan penuh kebencian, kemunafikan, dan perselisihan. Umat Allah yang mengalami kasih setia Tuhan memiliki hati yang selalu terbuka dan siap melakukan kebaikan bagi sesama sehingga melalui kehadiran komunitas umat Allah, shalom dialami oleh banyak orang yang sengsara di sekitarnya. Beribadah yang benar membawa pada kesadaran hidup adalah anugerah Tuhan, bukan kehebatan, kepintaran, dan kesuksesan kita. Melainkan selalu mengingat penebusan-Nya membawa pada kerendahan hati dan terbuka menerima dan menolong yang susah.
Kerendahan hati membawa kita bersedia ‘inkarnasi’ seperti Kristus bersedia turun dan bergaul dengan yang susah dan menderita, serta mengangkat mereka keluar dari lembah kekelaman. Itulah panggilan sejati yang berkenan pada Tuhan bagi kita umat-Nya. Spurgeon menyebut, "Kerendahan hati yang sejati adalah memikirkan diri sendiri dengan benar, bukan dengan kejam. Ketika Anda telah menemukan siapa Anda sebenarnya, Anda akan menjadi rendah hati, karena Anda bukanlah apa-apa untuk dibanggakan. Menjadi rendah hati akan membuat Anda aman. Menjadi rendah hati akan membuatmu bahagia. Menjadi rendah hati akan membuat musik di hati Anda ketika Anda pergi tidur. Menjadi rendah hati di sini akan membuat Anda bangun bertumbuh makin menyerupai Kristus.”
4. Mikha mengakhiri seruannya dengan mengajak umat kembali pada Tuhan yang kasih setia-Nya tidak pernah berubah, yang mengampuni, memperbaharui dan akan menggembalakan umat-Nya setelah mengijinkan mereka dibuang. Masa pembuangan adalah proses melembutkan hati mereka yang keras, membentuk kembali karakter, dan membawa pertobatan sejati. Ia bersedia kembali menggembalakan umat-Nya, ini suatu berita bahagia, berita baik, memberikan pengharapan luar biasa melalui kehadiran Mesias yang melayani, melepaskan, mati dan bangkit. “... Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh. 10:10).
Refleksi:
Kiranya kita selalu mengingat kasih dan penebusan Allah, membawa pengucapan syukur mendalam, serta dengan rendah hati bangkit melepaskan yang tertawan dari berbagai tekanan sosial, ekonomi, politik, rohani secara keseluruhan, itulah yang berkenan kepada Tuhan. “Datanglah kerajaan-Mu!”
*)Penulis adalah executive director Indonesian Care
/stl
Commentaires